"Organisasi bajingan!" mengutip Gus Dur untuk digunakan sebagai argumentasi agar lebih "legitimate" oleh "Sahal" satu yang mengaku intelektual muda ormas kenamaan---yang kini katanya----sekolah di universitas Pennsylvania, mamaerika.
Betul. Gus Dur yang memang mengatakan demikian karena jengkel terhadap peristiwa penyerangan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), di Monas, 12 tahun silam lalu.
Namun Sahal satu (yang katanya) intelektual itu juga tidak utuh, parsial, cenderung memaksakan dalam mengutip perkataan Gus Dur tersebut.
Kenapa? Karena gagal melihat konteks peristiwa-nya.
Ya, Gus Dur memang dibuat jengkel oleh ormas tersebut; terlebih karena pihak kepolisian gagal memberikan perlindungan bagi semua warganegara (tanpa terkecuali), yang membuat Gus Dur makin geram.
Kita mafhum dengan kejengkelan Gus Dur dengan ormas yang dikenal vandal, reaksioner, intoleran dengan semangat sekterianisme-nya.
Namun sejengkel-jengkelnya atau segeram-geramnya Gus Dur pada FPI, tidak ada pembubaran atau pelarangan Ormas dizamannya----terlebih dengan cara-cara tidak demokratis.
"Biar saja nanti juga bubar sendiri" kata Gus Dur di lain waktu, saat ditanya bagaimana membubarkan ormas yang baru saja dilarang oleh pemerintahan Jokowi.
Masalahnya Perppu ormas itu sendiri sangat sumir, absurd, bahkan boleh jadi menyimpang dari asas. Silakan dibaca.
Sementara Gus Dur tahu persis: organisasi hanya manifestasi dari sebuah ideologis. Membubarkan ideologi Gus Dur anggap: pekerjaan sia-sia belaka.
Ketika tahun 1960, Sukarno membubarkan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Apakah nilai-nilai yang ditawarkan M. Natsir dkk serta Sjharir dkk, mati? Tidak!
Rejim ototarianisme Suharto tidak hanya membubarkan dan melarang PKI, tapi juga membantai jutaan nyawa manusia; baik yang dituduh sebagai anggota maupun simpatisan.
Apakah ideologi tersebut mati juga? Sekali lagi: tidak!
Fasisme muncul secara konkret melalui ultras-kanan di zaman Trump secara vulgar.
Komunisme mungkin kalah dalam perang dingin, namun tetap kokoh secara organisasional kepartaian di China, Korut, juga Vietnam.
Itulah mengapa Gus Dur berencana mencabut TAP MPRS 1965 tentang pelarangan PKI.
"Anda berencana menghidupkan kembali PKI? Anda tidak takut?" tanya seorang wartawan. "Sama PKI aja kok takut. Itukan mainan Suharto" ujar Gus Dur dengan enteng.
Sementara dari Timur Tengah, Mesir, Anda juga bisa lihat bagaimana Ikhwanul Muslimin (IM) dihabisi oleh rejim militer---Al-sisi---masih memiliki pengaruh di Tunisia, Yordania sampai Maroko. Organisasi yang didirikan oleh Hasan Al-banna ini bahkan mempunyai cabang di negara-negara Barat, meskipun tampil dengan wajah lebih moderat.
Apakah dengan pembubaran HTI atau dibubarkannya juga pelarangan ormas2 akan bersifat otomatisasi demikian? Salah kaprah. Itu tidak semudah membalikan telapak tangan; atau, tidak semudah memenangkan putra kita untuk dicalonkan sebagai walikota pada pilkada karena kita punya kekuasaan.
HTI adalah Gerakan utopianisme dengan segala dogma-dogmanya. Mereka mencela demokrasi secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Namun pada pilpres 2019---HTI mendatangi kotak suara sebagai "bentuk perjuangan" untuk memenangi salah satu Paslon tertentu. Padahal sebagaimana kita tahu, kotak suara bukan menjadi salah satu "wasiat terakhir" perjuangannya.
Gus dur sendiri menolak negara Islam. Pandangan Gus Dur tentang khilafah dapat kita temui di buku "Islam mu, islam Anda dan Islam kita", yang sederhana tanpa mengurangi keseriusannya.
Namun perlu dicatat, Gus Dur tidak segan-segan membubarkan lembaga-lembaga yang merugikan rakyat, yang memang layak untuk dibubarkan.
Kita bisa tengok bagaimana Gus Dur membubarkan departemen sosial (kementerian sosial) yang menjadi lumbung korupsi; kita juga besok tengok departemen penerangan yang digunakan rejim orde baru sebagai alat propaganda kekuasaan absolut-nya; atau yang paling heboh: membubarkan DPR melalui dekrit-nya.
Terbukti. Betapa kita dirugikan Kementerian sosial dengan korupsi dana Bansos baru-baru ini. Dan kita berkali-kali dirugikan oleh DPR yang mengesahkan: UU minerba, UU KPK, dan UU omnibuslaw; direzim yang sama.
Gus Dur memang seorang pemikir kosmopolit dan demokrat sejati. Persis yang disematkan oleh Greg Barton. Meskipun mempunyai kekurangan, dia mampu melihat persoalan lebih jelas dan terang benderang.
Masyumi, PSI, PKI, HTI hingga FPI adalah setali tiga uang dengan periode yang berbeda: dibubarkan, dilarang, atau apalah namanya!
Anda atau saya boleh tidak sepakat dengan kelompok yang bernasib sama di atas. Namun Gus Dur berderma: Demokrasi harus dijalankan seutuh-utuhnya. Tanpa melanggar hak-hak individu ataupun kelompok, tidak ada pengecualian---sekalipun kita tidak setuju dengannya.
Dari Gus Dur kita belajar: tidak ada satupun yang mampu membubarkan ideologi manapun. Ideologi hanya bisa dibuat untuk tidak percayai, bukan dibubarkan.
credit image by: Toni Malakian